Selamat Datang di Blog Tatang Saputra , SMA Negeri 1 Bengkayang , Jalan Sanggau Ledo No. 17 , Bengkayang , Kal-Bar , HP 085822034167

DESAIN PTK

A. Judul " Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Pada Materi Pertidaksamaan Kuadrat Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD di Kelas X-5 di SMA Borneo Bengkayang "

B. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Matematika sebagai bagian integral dari sistem pendidikan Nasional diajarkan pada setiap jenjang pendidikan. Hal ini mengingat pentingnya peranan matematika baik aspek penalarannya maupun aspek penerapannya dalam rangka penguasaan ilmu dan teknologi. Selain itu matematika juga merupakan pengetahuan dasar yang sangat dibutuhkan untuk mempelajari berbagai cabang ilmu pengetahuan lainnya. Oleh Karena itulah matematika telah diajarkan sebagai salah satu mata pelajaran mulai di jenjang pendidikan dasar.



Menurut Hudoyo (1988:6), “Bagi guru matematika, penguasaan materi saja belum cukup untuk dapat membawa siswa berpartisipasi secara intelektual dalam belajar. Guru matematika seyogyanya memahami teori belajar sehingga belajar matematika menjadi bermakna bagi siswa”. Demikian pula Yusmin (1996:5) mengatakan bahwa “Teori-teori belajar dapat dimanfaatkan untuk mengetahui kesiapan siswa, memotivasi dan mengetahui struktur materi pelajaran yang sesuai dengan tahap perkembangan siswa”. Berdasarkan kedua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa agar dapat mengelola kegiatan belajar mengajar yang mengutamakan keaktifan siswa, guru harus mampu memahami dan menerapkan teori-teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli.

C. Perumusan Masalah

Masalah umum dalam penelitian ini adalah “ Bagaimanakah meningkatkan hasil belajar siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada materi Pertidaksamaan Kuadrat melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Divition) di SMA Borneo Bengkayang “

Adapun permasalahan umum diatas dibagi menjadi sub-sub masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah hasil belajar siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada materi Pertidaksamaan Kuadrat sebelum pembelajaran model STAD

2. Bagaimanakah hasil belajar siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada materi Pertidaksamaan Kuadrat sesudah pembelajaran model STAD

3. Apakah terdapat peningkatan hasil belajar siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada materi pertidaksamaan kuadrat melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada materi Pertidaksamaan Kuadrat melalui pembelajaran model STAD

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Guru:

a. Penelitian ini bagi guru bermanfaat untuk menambah variasi metode dalam proses kegiatan belajar mengajar di kelas.

b. Meningkatka kinerja guru dalam memberikan pembelajaran matematika.

2. Bagi Siswa

a. Dengan adanya variasi pembelajaran tersebut siswa dapat meningkatkan hasil belajar.

b. Menambah pengetahuan dan pengalaman baru dalam kegiatan proses belajar mengajar.

c. Memberi motivasi siswa dalam mempelajari matamatika khususnya materi pertidaksamaan kuadrat.

F. Landasan Teori

1. Hakekat Belajar Matematika

Menurut Hudojo (1989:28) belajar adalah suatu proses untuk mendapatkan pengalaman sehingga mampu mengubah tingkah laku itu menjadi relatif tetap, tidak akan berubah lagi dengan modifikasi yang sama. Sedangkan menurut Sudjana (1989:28) belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Jadi belajar matematika adalah suatu proses atau aktifitas yang mendasar yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang dalam mempelajari pengetahuan tentang penalaran yang logic yang berhubungan dengan bilangan.

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Materi Pertidaksamaan kuadrat.

Pembelajaran koopertif tipe STAD merupakan proses pembelajaran dimana siswa bekerja atau belajar dalam suasana kerjasama dalam kelompok keco (4-5 siswa) untuk menguasai atau menyelesaikan materi yang diberikan guru (Slavin dalam Mardiah, 2003: 10).

Menurut Kauchak dan Eggen (dalam Azizah,1998: 17) pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan peran aktif siswa untuk bekerja secara kolaboratif dalam mencapai tujuan. Lebih lanjut Arend mengemukakan karakteristik pembelajaran kooperatif yaitu:

a. Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademik

b. Anggota dua kelompok terdiri dari siswa dengan kemempuan tinggi sedang, dan rendah.

c. Jika memungkinkan masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda suku, budaya dan jenis kelamin.

d. Sistem penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, pembelajaran kooperatif STAD merupakan model pembelajaran tempat siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4- 5 siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda, untuk menguasai atau menyelesaikan materi yang dipelajari. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerjasama secara kolaboratif dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran, memeriksa dan memperbaiki jawaban teman, serta kegiatan lainnya dengan tujuan mencapai hasil belajat yang tinggi.

Belajar belum selesai jika satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. (Slavin:1997:28) mengemukakan dalam STAD terdapat 5 komponen utama kegiatan pembelajaran yaitu:

1. Penyajian kelas (Class Presentation).

2. Pembentukan kelompok (team)

3. Kuis (quizzes)

4. Pemberian skor perkembangan individu (individual improvement)

5. Penghargaan kelompok (team recognitation)

Berdasarkan komponen kegiatan pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Slavin diatas dan merujuk pada makalah Rianti,S (1999), maka secara garis besat tahapan-tahapan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi pertidaksamaan kuadrat dibagi dalam 6 tahap yaitu:

1. Tahap persiapan:

a. Guru mempersiapkan materi yang dirancang sedemikian rupa untuk pembelajaran secara kelompok.

b. Guru membagi siswa kelompok. Pembentukan kelompok berdasarkan aturan dalam pembelajaran kooperatif, yakni tiap kelompok beranggotakan 4-5 siswa yang terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Selain itu dipertimbangkan heterogenitas lainnya, yakni jenis kelamin, asal sekolah dan suku..

c. Guru membuat lembar rangkuma kelompok (LRK) berisikan nama-nama siswa dalam setiap kelompok.

2. Tahap penyajian materi. Kegiatan penyajian materi dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD umumnya melalui pembelajaran langsung (direct instruction). Dalam tahap ini guru memulai pembelajaran dengan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan memotifasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep yang akan dipelajari. Selanjutnya guru memberikan apersepsi dengan tujuan mengungatkan siswa akan materi prasyarat yang telah dipelajari agar siswa dapat menghubungkan ide-ide yang aka disajikan dengan informasi yang telah dimiliki.

3. Tahap Kegiatan Kelompok. Untuk kegiatan kelompok, guru membagikan LKS kepada masing-masing kelompok siswa sebagai bahan yang akan dipelajari siswa. Disamping untuk mempelajari konsep-konsep materi pelajaran, LKS juga digunakan untuk melatih keterampilan kooperatif siswa. Dalam kegiatan kelompok, tiap kelompok berbagi dalam mengerjakan tugas-tugas dan selanjutnya saling memberikan informasi hasil pekerjaannya. Jika ada seorang siswa belum memahami, maka teman sekelompoknya bertanggung jawab untuk menjelaskannya. Sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator yang memonitoring kegiatan masing-masing kelompok. Guru harus menekankan bahwa LKS untuk dipelajari, bukan hanya untuk diisi dan dikumpulkan. Untuk tahapan penyajian materi dan kegiatan kelompok pelaksanaannya bersamaan yaitu dengan mempelajari isi materi yang terdapat dalam LKS dan menyelesaikan latihan soal yang ada dalam LKS.

4. Tahap Tes Hasil Belajar. Setelah1 atau 2 periode penyajian pelajaran dan 1 atau 2 periode kegiatan kelompok, guru memberikan tes kepada siswa. Tes ini dikerjakan secara mandiri, agar siswa dapat menunjukan apa yang telah dipelajarinya secara individual selama bekerja dalam Kelompok.

5. Tahap Perhitungan Skor Perkembangan Siswa. Ide dalam tahap ini adalah memberi kesempatan setiap siswa untuk meraih prestasi maksimal, dan agar siswa dapat melakukan yang terbaik bagi dirinya berdasarkan prestasi sebelumnya (skor awal). Berdasarkan skorawal, setiap siswa memliki kesempatan yang sama untuk memberikab sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya berdasarka skor tes yang diperoleh. Adapun langkah-langkah pemberian skor pengembangan siswa adalah sebagai berikut:

a. Menghitung skor perkembangan siswa

Guru menentukan skor dasar awal siswa. Skor dasar awal siswa adalah skor yang ditentukan oleh guru, dapat diperoleh dari hasil prestasi siswa/nilai siswa pada materi sebelumnya. Dalam penelitian ini skor dasar siswa diperoleh dari hasil pre test.

Untuk menghitung skor perkembangan siswa, guru berpatokan pada: lebih dari 10 poin dibawahskor dasar mendapat nilai perkembangan 5,10-1 poin dibawah skor dasar mendapat nilai perkembangan 10, skor dasar sampai 10 poin diatasnya mendapat nilai perkembangan 20,lebih dari 10 poin diatas skor dasar mendapat nilai perkembangan 30, paper yang baik (tidak berdasarkan skor dasar), mendapat nilai perkembangan 30 ( dalam Riyanti,S,2000:14).

Selanjutnya skor dasar, skor kuis dan skor perkembangan siswa ditulis pada lembar skor kuis.

b. Menghitung skor kelompok

Untuk menghitung skor kelompok, skor perkembangan setiap anggota kelompok dicatat pada LRK. Selanjutnya dihitung total skor perkembangan seluruh anggota kelompok sebagai nilai kelompok dan bagilah poin perkembangan total anggota kelompok dengan jumlah anggota kelompok yang ada. Jika hasilnya merupakan bilangan pecahan maka poin tersebut dibulatkan. Skor kelompok tergantung pada skor mentah dari kuis.

6. Tahap Penghargaan kelompok. Kelompok dapat diberi sertifikat atau bentuk

penghargaan lainnya jika memperoleh skor rata-rata melebihi kriteria tertentu. Dalam penghargaan terhadap prestasi kelompok terdapat 3 tingkat penghargaan sebagai berikut: kelompok dengan skor rata-rata 15 sebagai kelompok baik, kelompok dengan skor rata-rata 20 sebagai kelompok hebat, kelompok dengan skor rata-rata 25 sebagai kelompok super. (Muslimin Ibrahim, dkk, 2000: 62). Untuk menjadi kelompok super setiap anggota kelompok harus mempunyai skor paling sedikit 10 poin diatas skor dasar.

G. Kerangka Berfikir

Agar tidak terjadi salah penafsiran, maka perlu dijelaskan beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD.

Secara umum model dapat diartikan sebagai acuan (Poerwadariminta, 1997). Sedangkan pengajaran mempunyai hubungan yang sangat penting antara guru dengan siswa sebagai pusat pembelajaran (Munaldus,1999: 3). Jadi model pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu acuan yang digunakan oleh guru dalam mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Slavin (dalam Mardiah, 2003: 10) pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan proses pembelajaran dimana siswa bekerja atau belajar dalam suasana kerjasama dalam kelompok kecil (4-5 siswa), untuk menguasai atau menyelesaikan materi yang diberikan guru.

Dengan demikian yang dimaksud dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam penelitian ini adalah proses pembelajaran dimana siswa bekerja atau belajar dalam suasana kerjasama dalam kelompok kecil (4-5 siswa) dengan tingkat kemampuan yang berbeda untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru dan saling membantu teman sekelompok dalam memahami bahan pembelajaran dalam rangka mencapai ketuntasan materi dan hasil belajar yang tinggi.

2. Hasil Belajar Siswa

Menurut Hadari Nawawi (2001 :24) “hasil belajar siswa merupakan tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai materi pelajaran di sekolah dalam bentuk skor yan diperoleh dari tes mengenai sejumlah materi pelajaran tersebut “. Jadi yang dimaksud dengan hasil belajar siswa pada penelitian ini adalah tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pertidaksamaan kuadrat dala bentuk skor.

3. Teori Belajar Yang Melandasi Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang menganut teori belajar konstruktivisme. Teori ini berkembang dari kerja Piaget Vygotsky dan teori psikologi kognitif yang lain. Penganut konstruktivisme berpendapat bahwa guru tidak dapat begitu saja memberikan pengetahuan jadi kepada siswanya. Agar pengetahuan yang diberikan bermakna, siswa sendirilah yang harus memproses informasi yang diterima, mengkonstruksikannya kembali dan mengintegrasikannya dengan pengetahuan yang dimilikinya. Dalam proses ini guru berperan memberikan dukungan dan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan ide mereka sendiri dan strategi belajar mengajar. Ide pokok dari teori ini adalah siswa secara aktif membangun pemgetahuan sendiri. Otak siswa dianggap sebagai mediator, yakni memproses masukan dari dunia luar dan menentukan apa yang mereka pelajari. Jadi pembelajara merupakan kerja mental yamg aktif dan bukan menerima secara pasif pembelajaran dari guru. Suparno (dalam Azizah, 1998 :25) menyatakan prinsip-prinsip konstrutif sebagai berikut:

a. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri bukan secara personal maupun sosial.

b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kepada siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk menalar.

c. Siswa aktif mengkonstruksi terus menerus sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap serta sesuai dengan konsep ilmiah..

d. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruktif siswa berjalan mulus.

Berdasarkan pendapat diatas, belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan dari abstraksi pengalaman bukan alami maupun manusiawi, yang dilakukan baik secara pribadi maupun sosial. Sedangkan mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan guru kepada siswanya, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuan membuat makna, mencari kejelasan dan bersikap kritis. Oleh sebab itu, tugas guru berdasarkan teori belajar konstruktif adalah merangsang pemikiran siswa membiarkan siswa mengungkapkan gagasan dan konsepnya. Sejalan dengan pendapat diatas, Piaget berpandangan bahwa pengetahuan datang dari tindakan. Perkembangan kognitif sebagian besar tergantung pada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya.

Selain itu sumbangan penting dari teori kognitif Vygotsky dalam konstruktif adalah penekanan pada hakekat sosiokultur dalam pembelajaran. Inti dari teori Vygotsky adalah interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut Vygotsky fungsi kognitif siswa berasal dari interaksi sosial masing-masing individu. Implikasi utama teori Vygotsky dalam pembelajaran (Slavin dalam Azizah, 1998: 31) adalah:

a. Menghendaki setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi pemecahan masalah yang efektif dalam masing-masing daerah perkembangan proksimal mereka.

b. Pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan scaffolding.

H. Hipotesis Tindakan

Hipotesis penelitian ini adalah terdapat peningkatan hasil belajar siswa setelah diberikan model pembelajaran kooperatif tipe STAD .

I. Setting penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas X-5 SMA Borneo Bengkayang semester 1 tahun Pelajaran 2007/2008 pada bulan Oktober sampai dengan Nopember tahun 2007 karena materi pertidaksamaan kuadrat akan disampaikan pada bulan-bulan tersebut.

J. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X-5 SMA Borneo Bengkayang tahun pelajaran 2007/2008

K. Sumber Data

Sumber data pada penelitian ini diperoleh dari seluruh siswa kelas X-5 SMA Borneo Bengkayang tahun pelajaran 2007/2008 yang dianggap sebagai sample penelitian.

L. Teknik dan Alat Pengumpul Data

1. Teknik Pengumpulan Data

a. Pre test

b. Post test

2. Alat pengumpulan Data

a. Lembar soal pre test

b. Lembar soal post test

M. Validasi Data

Dalam penelitian ini akan dilakukan validasi data dengan triaggulasi.

N. Analisis Data

Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis data secara kuantitatif berdasarkan hasil pre test dan post test.

O. Indikator Kinerja

Melalui pembelajaran model STAD diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X-5 SMA Borneo Bengkayang tahun pelajaran 2007/2008 dalam menyelesaikan soal cerita pada materi Pertidaksamaan Kuadrat. Hal ini ditandai dengan meningkatnya hasil belajar siswa jika dibandingkan sebelum diberikan model pembelajaran STAD.

P. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan bersama-sama atau berkolaborasi dengan guru kelas X SMA Borneo Bengkayang dan menggunakan metode PTK yang terdiri dari tiga siklus yaitu:

1. Siklus 1:

Akan dilakukan tindakan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu pembelajaran dengan membentuk kelompok yang anggotanya terdiri dari 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku dan lain-lain (Slavin;1995) dalam menyelesaikan soal cerita dengan bantuan LKS. Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu

  1. Guru membentuk kelompok heterogen
  2. Guru menyajikan pelajaran
  3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota yang bisa menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
  4. Guru memberi kuis atau pertanyaan kepada seluruh siswa.
  5. Guru memberikan evaluasi
  6. Guru memberikan penghargaan kelompok.
  7. Guru mentimpulkan materi yang telah dipelajari.

Diakhir pembelajaran kooperatif tipe STAD akan diberikan post test. Hasil dari post test ini dijadikan refleksi.

2. Siklus 2:

Jika hasil belajar siswa pada siklus pertama belum menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa maka akan diberikan siklus kedua dengan perlakuan yang sama.

3. Siklus 3 :

Jika hasil belajar siswa pada siklus kedua belum menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa maka akan diberikan siklus ketiga dengan perlakuan yang sama.



Buku Tamu


ShoutMix chat widget