Selamat Datang di Blog Tatang Saputra , SMA Negeri 1 Bengkayang , Jalan Sanggau Ledo No. 17 , Bengkayang , Kal-Bar , HP 085822034167

DAHULUKAN AKHLAK DARI PADA FIQIH


RASULULLAH SAW bersabda "Dengan budi pekerti yang baik, manusia pasti (dapat) mencapai martabat yang tinggi dan kedudukan mulia di Akhirat kelak, sekali pun ibadahnya lemah (hanya melaksanakan yang wajib saja). Dengan akhlak buruk, orang akan menempati kedudukan paling bawah di dalam Neraka Jahanam." (HR Thabrani dari Anas bin Malik RA).



Menjelang Ramadhan, Imam Hasan Al Banna, masuk ke dalam satu masjid di Mesir. Pendiri Ikhwanul Muslimin ini melihat dua kelompok yang sedang berdebat dengan suara keras. Satu kelompok menjelaskan bahwa tarawih yang sesuai tuntunan Rasulullah SAW adalah sebelas rakaat. Sedangkan kelompok kedua berpendapat, dengan merujuk pada sebuah hadis, bahwa tarawih yang dua puluh tiga rakaat adalah lebih utama.

Hasan Al-Banna bertanya: "Apa hukumnya salat tarawih?" Kedua kelompok itu menjawab serentak: "Sunnah!" Beliau bertanya lagi: "Apa hukumnya bertengkar di rumah Allah dengan suara keras?" Mereka menjawab: "Haram". Lalu dengan suara lembut, Hasan Al Banna berkata: "Sebaiknya kalian tidak melakukan yang haram untuk mempertahankan yang sunnah."

Nabi Muhmmad SAW di utus oleh Allah SWT justru untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak manusia. Simak dalam satu hadis Rasul SAW bersabda: "Kemuliaan seorang Mukmin terletak pada penghayatan agamanya, harga dirinya tergantung pada kecerdasan akal pikirannya, dan kehormatannya terletak pada kebaikan budi pekertinya." (HR.Hakim)

Sekitar tahun 1970 almarhum buya Hamka berkunjung ke kota Banjarmasin. Oleh pengurus masjid Jamik Banjarmasin tokoh Muhammadiyah ini diminta untuk menyampaikan khotbah Jumat. Bagaimana reaksi dari Mantan Ketua MUI Pusat pertama ini? Beliau bertanya kepada pengurus masjid: "Apakah khatibnya disini harus memegang tongkat?" "Ya ". " Apakah khatibnya memakai baju jubah dan sorban?" " Ya ", kilah pengurus Masjid. Maka buya Hamka tampil sebagai khatib menyesuaikan dengan kebiasaan di masjid Jamik tersebut. Masyarakat terpukau mendengar khotbah Hamka. Ketika itu tidak dipersoalkan lagi bahwa Hamka 0rang Muhammadiyah.

Kejadian kedua, pada waktu itu buya Hamka naik haji dengan menggunakan kapal laut ' Gunung Jati ' bersama K.H. Idham Khalid, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama. Satu subuh, jemaah meminta buya Hamka menjadi imam salat subuh. Pak Idham Khalid salah seorang makmum. Pada rakaat kedua, buya Hamka membaca doa qunut. Padahal biasanya beliau tidak berqunut. Usai salat, diantara jemaah ada yang bertanya: "Maaf, Buya. Biasanya orang Muhammadiyah pada salat subuh tidak membaca doa qunut. Tapi kenapa buya subuh ini pakai qunut?" "Ya, karena diantara makmumnya, ada pak Idham Khalid. Beliau selalu berqunut setiap salat subuh. Jadi saya menghargai beliaulah," jawab buya Hamka secara diplomatis. Esok harinya giliran pak Idham Khalid yang menjadi imam salat subuh. Ternyata beliau tidak membaca doa qunut pada rekaat kedua. Ketika ada yang bertanya sebabnya, tokoh kelahiran Amuntai Kalimantan Selatan ini menjawab: "Ya, karena di belakang saya ada Hamka yang tidak membaca doa qunut setiap salat subuh. Jadi saya menghargai beliau."

Muncul pertanyaan kalau demikian, apakah kedua tokoh ini tidak konsekwen dengan keyakinannya. Jawabannya: "Mereka mendahulukan akhlak dari pada fikih."

Muhammad Abdul Wahhab Fayid, seorang dosen Al Azhar, Kairo, bercerita. (Singkatnya) Beliau pernah diprotes oleh salah seorang ulama di masjid besar al-Aryaf dengan cara menyuruh seluruh jamaah masjid tersebut mengulangi salat magrib, hanya karena ketika menjadi imam, Al Fayid, tidak mengeraskan bacaaan bismillah dalam Al-fatihah. Oleh si ulama tadi, salat maghrib yang diimami oleh sang dosen dinyatakan batal. Padahal sang dosen sudah beragumentasi, dia telah membaca bismillah secara sir.


Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata: "Yang disebut dengan adab adalah menggunakan perkataan atau perbuatan yang terpuji. Inilah yang disebut dengan akhlak yang mulia (makarimul-akhlaq). Sedangkan Al Junaid menegaskan bahwa adab itu ialah pergaulan yang baik. Karena itu diantara sikap terpuji beliau, dalam kehidupan beragama, beliau tidak pernah mempersoalkan adanya perbedaan fiqih dan mazhab di antara sesama saudaranya. Karena beliau tahu persis bahwa perdebatan itu tidak akan membawa manfaat bagi dirinya maupun bagi umat. Ia hanya asyik memperbaiki akhlaknya saja, terutama jika bertemu dengan orang lain.

Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa yang meninggalkan perbantahan, padahal ia dalam pihak yang benar, niscaya dibangunkan rumah untuknya di Surga yang paling tinggi. Dan barang siapa meninggalkan perbantahan sedang ia dalam pihak yang salah, niscaya dibangunkan untuknya rumah di tengah-tengah surga," (HR.Turmuzi, Ibnu Majah).

Orang yang berakhlak adalah orang yang tidak akan pernah menganggap remeh sesama muslim apalagi mengkafirkannya. Orang yang berakhlak tidak akan pernah melaknat orang lain. Sebaliknya kehadirannya selalu membawa kenyamanan dan ketenangan bagi orang, tatapan matanya penuh rahmat dan tutur katanya santun.

Syaikh 'Abdul al-Qadir al-'Izzi berkata: "Allah tidak senang kepada orang yang banyak melaknat. Orang-orang yang suka bermaksiat tidak harus dilaknat. Namun mereka harus dikasihani agar bertaubat. Mereka membutuhkan orang yang mau meluruskan dan membantu untuk meninggalkan maksiat. Jika tidak sanggup meluruskan orang-orang yang senang maksiat, engkau jangan mencerca mereka. Sebab celaan dan cercaanmu akan membuat mereka semakin gila dalam maksiat. Manusia lebih mudah diluruskan dengan kelembutan daripada dengan kekerasan. Meluruskan maksiat dengan kekerasan hanya akan menimbulkan maksiat baru " ( Buku Jejak Langkah Menegnal Allah oleh Asfa Davy Bya ).


Buku Tamu


ShoutMix chat widget